Selasa, 05 Mei 2015

DAMPAK PESTISIDA TERHADAP LINGKUNGAN

DAMPAK PESTISIDA TERHADAP LINGKUNGAN



BAB I
PENDAHULUAN

Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan, dan/atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu hingga menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982).
Dengan meningkatnya pembangunan nasional dan juga terjadinya peningkatan industrialisasi diperlukan saran-sarana yang mendukung lancarnya proses industrialisasi tersebut,  yaitu dengan meningkatkan sektor pertanian. Kondisi pertanian di Indonesia di masa mendatang banyak yang akan diarahkan untuk kepentingan agroindustri. Salah satu bentuknya akan mengarah pada pola pertanian yang makin monokultur, baik itu pada pertanian darat maupun akuakultur. Dengan kondisi tersebut, maka berbagai jenis penyakit yang tidak dikenal atau menjadi masalah sebelumnya akan menjadi kendala bagi peningkatan hasil berbagai komoditi agroindustri.
Peningkatan sektor pertanian memerlukan berbagai sarana yang mendukung agar dapat dicapai hasil yang memuaskan dan terutama dalam hal mencukupi kebutuhan nasional dalam bidang pangan/sandang dan meningkatkan perekonomian nasional dengan mengekspor  hasil ke luar negeri. Sarana-sarana yang mendukung peningkatan hasil di bidang pertanian ini adalah alat-alat pertanian, pupuk, bahan-bahan kimia yang termasuk di dalamnya adalah pestisida.
Di negara-negara dunia ketiga yang sedang berkembang yang mencukupi kebutuhannya sendiri dalam bidang pangan/sandang, penggunaan bahan-bahan kimia pertanian membantu pada kemajuan dan perkembangan pertanian selanjutnya. Tetapi di negara-negara berkembang telah mengurangi penggunaan dari bahan-bahan kimia pertanian karena merupakan salah satu penyebab utama dari pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia pertanian. Telah dapat dibuktikan secara nyata bahwa bahan-bahan kimia pertanian dalam hal ini pestisida, meningkatkan produksi pertanian dan membuat pertanian lebih efisien dan ekonomi. Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan.
Bagaimana cara untuk meningkatkan produksi pertanian disamping juga menjaga keseimbangan lingkungan agar tidak terjadi pencemaran akibat penggunaan pestisida yang dapat mengganggu stabilitas lingkungan pertanian.
Untuk itu perlu diketahui peranan dan pengaruh serta bagaimana penanggulangan dari bahaya residu pestisida tersebut dan adanya alternatif lain yang dapat menggantikan peranan pestisida pada lingkungan pertanian dalam mengendalikan hama, penyakit dan gulma.


B. Rumusan MasalahApa dampak pestisida terhadap lingkungan?Bagaimana cara penanggulangan dampak pestisida terhadap lingkungan?

C. TujuanMengetahui dampak pestisida terhadap LingkunganMengetahui cara mengatasi dampak pestisida terhadap lingkungan












BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pestisida 
Pestisida adalah zat beracun, apabila digunakan tidak bijaksana, maka akan membahayakan tidak saja pada manusia tetapi juga hewan dan lingkungannya. Di dalam menggunakan pestisida harus mengikuti peraturan perundang – undangan di dalam negeri sesuai dengan peraturan Pemerintah No. 7 th. 1973, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad pernik dan virus yang dipergunakan untuk :
  1.         Memberantas hama. 
  2.         Memberantas rerumputan tetentu yang tidak dikehendaki.
  3.         Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak di inginkan.
  4.         Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman, bagian tanaman, tidak termasuk
  5.                  Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia  dan      binatang.
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu bersifat biosoda yang tidak saja beracun pada organisme pengganggu tetapi dapat juga meracuni manusia dan lingkungannya.
Dalam meningkatkan/pencegahan pencemaran perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan masalah pestisida  :
  1.           Peningkatan SDM pengguna maupun pengawas pestisida.
  2.           Peningkatan kepedulian dan dedikasi dalam pengawasan pestisida.
  3.           Peningkatan kerjasama lintas sektoral.
  4.           Melakukan bimbingan dan penyuluhan  kepada pengguna pestisida
Pestisida telah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pertanian di Indonesia.  Penggunaan pestisida telah dilakukan sejak tahun 1965.  Pada saat itu, jenis pestisida yang banyak digunakan adalah jenis organoklorin, contohnya antara lain DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane) dan lindan.  Pada tahun 1970-an penggunaan jenis organoklorin dilarang digunakan, karena tingkat toksisitas dan persistensinya yang tinggi (tahan lama hingga berpuluh-puluh tahun bahkan bisa mencapai seratus tahun).  Sejak saat itu, barulah dimulai era jenis pestisida organofosfat dan karbamat.  Pada tahun 2002 tercatat sebanyak 813 formulasi dan 341 bahan aktif.  Penggunaan pestisida tertinggi adalah di lahan hortikultura dan diikuti pada lahan tanaman pangan.  Frekuensi aplikasi pestisida bisa mencapai 3-5 kali dalam seminggu.  Dan jenis pestisida yang digunakan bisa lebih dari 2 jenis pestisida, bahkan bisa mencapai 7 jenis pestisida yang digunakan sekaligus/dioplos.
Salah satu dampak dari penggunaan pestisida adalah tertinggalnya residu pestisida di dalam produk pertanian dan di dalam tanah.  Walaupun telah lama jenis organoklorin dilarang/tidak digunakan, namun residunya masih ditemukan hingga kini baik di dalam tanah maupun pada produk pertanian.








B.       Dampak Negatif Residu Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia.
Pengaruh residu pestisida terhadap kesehatan manusia adalah dapat mengganggu metabolisme steroid, merusak fungsi tiroid, berpengaruh terhadap spermatogenesis; terganggunya sistem hormon endokrin (hormon reproduksi) atau yang lebih dikenal dengan istilah EDs (Endocrine Disrupting Pesticides), disamping dapat merangsang timbulnya kanker.  Gejala keracunan akut pada manusia adalah paraestesia, tremor, sakit kepala, keletihan dan muntah.  Efek keracunan kronis pada manusia adalah kerusakan sel-sel hati, ginjal, sistem saraf, system imunitas dan sistem reproduksi.
Gejala kearacunan secara umum yang berkaitan dengan pestisida, yang mungkin timbul sendiri atau bersama-sama, diantara gejala umum yang sering kita alami jika mengalami keracunan pestisida yaitu  kelemahan atau kelelahan yang berlebihan, kulit iritasi, terbakar, keringat berlebihan, perubahan warna. Sementara untuk gejala keracunan pestisida pada mata ditandai dengan  Iritasi, terbakar, air mata berlebihan, kaburnya penglihatan, biji mata mengecil atau membesar.
Pada saluran pencernaan orang yang mengalami gejala keracunan pestisida akan ditandai dengan mulut dan kerongkongan yang terbakar, air ludah yang berlebihan, mual, muntah, perut kejang atau sakit, dan mencret. Keracunan pestisida  dapat juga menimbulkan gangguan pada sistem syaraf yang ditandai dengan gejala kesulitan bernapas, napas berbunyi, batuk, dada sakit, atau kaku.
Pestisida golongan Organofospat berdampak  apabila masuk kedalam tubuh, baik melalui kulit, mulut, dan saluran pencernaan maupun saluran pernapasan, pestisida organofosfat akan berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur bekerjanya syaraf, yaitu kholinesterase. Apabila kholinesterase terikat, maka enzim tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya sehingga syaraf dalam tubuh terus menerus mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu. Dalam keadaan demikian otot-otot tersebut senantiasa bergerak-gerak tanpa dapat dikendalikan.
Disamping timbulnya gerakan-gerakan otot-oto tertentu, tanda dan gejala lain  dari keracunan pestisida organofosfat adalah pupil atau celah iris mata menyempit sehingga penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut berbusa, atau mengeluarkan banyak air liur, sakit kepala, rasa pusing, berkeringat banyak, detak jantung yang cepat, mual, muntah-muntah, kejang pada perut, mencret sukar bernapas, otot-otot tidak dapat digerakkan atau lumpuh dan pingsan.

C.       Pengendalian Residu Pestisida dengan Arang 
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh jasad pengganggu tanaman. Penerapan usaha intensifikasi pertanian yang menerapkan berbagai teknologi, seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru akan membawa perubahan pada ekosistem yang sering kali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad penganggu. Cara lain untuk mengatasi jasad penganggu selain menggunakan pestisida kadang-kadang memerlukan  waktu, biaya dan tenaga yang besar dan hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu.
Dari aplikasi pestisida pada suatu tanaman di lahan pertanian, maka kurang lebih 60% pestisida akan jatuh ke tanah.  Pestisida yang jatuh ke tanah tersebut kemudian menjadi permasalahan besar bagi kualitas lingkungan, karena akan terbawa aliran air dan akhirnya akan masuk ke sungai sehingga akan berpotensi membahayakan hewan ternak bahkan manusia.
Agar residu pestisida di dalam tanah tersebut tidak terbawa aliran air maka residu tersebut perlu ditahan dengan suatu bahan yang dapat menyerap (imobilisasi). Bahan tersebut adalah arang aktif yang memiliki kemampuan menyerap polutan. Arang aktif dapat dibuat dari limbah pertanian yang melimpah yaitu sekam padi atau tempurung kelapa atau limbah pertanian lainnya melalui proses pemanasan 500°C selama 5 jam dan aktivasi pada tungku listrik dengan suhu 900°C selama 60 menit.
Berdasarkan hasil penelitian (Asep, 2008), menunjukkan bahwa arang aktif yang berasal dari sekam padi dan tempurung kelapa memiliki daya serap yang tinggi (yang diekspresikan dengan angka Iod) terhadap residu pestisida masing-masing sebesar. 460,4 dan 1191,8 mg/g.
Tabel 1.  Karakteristik arang aktif tempurung kelapa dan sekam padi
Parameter
Arang Aktif
Tempurung Kelapa
Sekam Padi
pH


  H2O
10,1
9,6
  HCl
8,0
7,8
Bahan organik


  C (%)
6,5
2,3
  N (%)
0,1
0,3
  C/N
47
7
Nilai Tukar Kation


  Ca (me/100g)
0,7
1,7
  Mg (me/100g)
0,6
0,5




D.     Mengatasi Limbah Pestisida dengan Biokatalis Amobil
Biokatalisis adalah proses yang menggunakan katalis alami (biokatalis), seperti protein enzim, untuk melakukan transformasi kimia pada senyawa organik. Enzim yang digunakan dalam biokatalisis dapat berupa enzim yang telah diisolasi atau enzim yang masih terdapat dalam sel hidup. Biokatalisis merupakan teknologi yang relatif ramah lingkungan karena reaksi enzimatis dapat berlangsung dalam pelarut air pada suhu ruangan, pH netral, tidak membutuhkan tekanan tinggi dan kondisi yang sangat khusus. Kekhususan enzim dalam struktur molekul dan gugus-gugus kimia spesifiknya memungkinkan berlangsungnya reaksi yang bersih karena reaksi samping dapat diperkecil. Katalis yang digunakan dalam biokatalisis dapat berupa enzim, sel utuh mikroba hidup yang bermetabolisme secara aktif, atau berupa sel yang telah mati. Sel hidup digunakan bila reaksi yang dilakukan adalah reaksi oksidoreduktasi yang membutuhkan adanya daur ulang kofaktor yang relatif mahal. Dari kedua jenis sumber enzim di atas, biokatalis dapat digunakan dalam bentuk amobil atau dalam bentuk bebas.
Enzim amobil adalah enzim yang secara fisik dijerap pada atau terlokalisasi dalam suatu bahan penyangga dengan tetap dipertahankannya aktivitas katalitik, dan dapat digunakan berulangkali ataupun secara terus menerus. Bahan penyangga akan menahan enzim, tetapi masih dapat membiarkan substrat, produk, dan kofaktor menembusnya.
Amobilisasi enzim dapat mencegah terbukanya lipatan-lipatan protein enzim yang dapat berakibat pada penurunan aktivitas enzim. Dengan kata lain amobilisasi enzim meningkatkan kestabilan struktur enzim sehingga enzim dapat dipakai berulangkali. Amobilisasi juga memudahkan pemisahan biokatalis dari produk. Kemudahan memisahkan enzim dapat membantu proses ekstraksi produk dan menghasilkan produk yang lebih baik kualitasnya.

E.       Teknologi Pengendali Residu Pestisida Berbasis Arang Aktif
Teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian ini bisa mengurangi kandungan residu pestisida hingga 50 persen. Melalui serangkaian kegiatan penelitian yang telah dilakukan di Lab. Residu Bahan Agrokimia (Lab RBA), Balai Penelitian Lingkungan Pertanian di Bogor pada periode 2007-2009 telah didapatkan suatu bahan amelioran arang aktif yang terbuat dari limbah pertanian yang diketahui memiliki daya serap tinggi dan mampu menyerap/mengikat pencemar residu pestisida. 
Pupuk Urea Berlapis Arang Aktif
Arang aktif tersebut adalah arang aktif tempurung kelapa, sekam padi, tongkol
jagung dan tandan kosong kelapa sawit. Arang aktif tersebut kemudian digunakan sebagai bahan pelapis pupuk urea dengan perbandingan (80 : 20) dan sebagai bahan pengisi/penyerap pada alat Fio (Filter pada inlet dan outlet) di lahan sawah.
Produk teknologi pemanfaatan limbah pertanian menjadi arang aktif yang mampu menyerap residu pestisida di lahan pertanian, teknologi pelapisan pupuk urea dengan arang aktif, dan alat filter residu pestisida pada saluran inlet dan outlet di lahan sawah telah didaftarkan hak patennya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual pada tahun 2009 dengan nomor pendaftaran masing-masing S00200900254, P00200900630 dan S00200900253.
Pada tahun 2010, Lab RBA, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian bekerjasama dengan PT. Delta Bumi Jaya (pemilik pupuk kombinasi urea dan zeolit - two in one) mengembangkan pupuk tersebut menjadi pupuk three in one (urea-zeolit-arang aktif) yang memiliki kemampuan untuk menangkap dan mendegradasi pencemar residu pestisida.
Berdasarkan hasil uji coba lapangan terlihat bahwa penggunaan urea berlapis arang aktif (berasal dari tempurung kelapa) dan urea berlapis arang aktif dan Fio serta penggunaan zeolit di rumah kaca dan lahan sawah menunjukkan bahwa bahan-bahan tersebut mampu menurunkan kadar residu pestisida klorpirifos (organofosfat) dan lindan (organoklorin) hingga > 50 %.

Residu insektisida telah ditemukan di berbagai komponen lingkungan pertanian (tanah, air dan tanaman) di berbagai lokasi sentra produksi padi dan sayuran di Pulau Jawa. Tidak menutup kemungkinan hal serupa terjadi di sentra produksi padi dan sayuran di daerah lainnya. Residu pestisida sebagian besar akan terikat di tanah, dikarenakan sebanyak 60 % dari pestisida yang disemprotkan ke tanaman akan jatuh ke tanah yang selanjutnya menjadi residu pestisida, dan tentunya hal ini akan membahayakan kehidupan biota sungai bilamana residu tersebut terbawa aliran air permukaan. Untuk itu, maka diperlukan suatu strategi untuk mengikat/ imobilisasi residu pestisida agar tidak terbawa aliran air permukaan. 
Ada 2 (dua) strategi yang diterapkan untuk mengikat residu pestisida tersebut
yaitu :
1.        Pengikatan residu pestisida di tengah petakan oleh arang aktif yang dilapiskan pada pupuk urea.
2.        Pengikatan residu pestisida oleh alat Fio yang ditempatkan pada posisi inlet dan outlet di petakan sawah.
Dengan dua strategi tersebut diharapkan efek residu pestisida terhadap produk pertanian dan lingkungan dapat diminimalisir. Atas dasar pemikiran inilah Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian telah menemukan teknologi pengendali residu pestisida ini.
Manfaat Pupuk Urea Berlapis Arang Aktif (+ Zeolit) yaitu:
1.        Pupuk urea berlapis arang aktif dan zeolit akan bersifat slow release. 
2.        Zeolitnya akan berfungsi mengikat pupuk N dan K serta meningkatkan KTK tanah. 
3.        Pupuk urea akan tidak mudah menguap dan tidak mudah tercuci. 
4.        Arang aktifnya akan berfungsi untuk mengikat (imobilisasi) pencemar residu pestisida. 
5.        Arang aktif akan disenangi oleh mikroba pendegradasi residu pestisida sebagai "rumah tinggalnya" sehingga populasinya meningkat.








BAB III
KESIMPULAN

Penanggulangan residu pertisida pada pertanian dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :
1.        Imobilisasi langsung dengan arang aktif baik dari sekam padi maupun tempurung kelapa.
2.       Amobilisasi dengan biokatalis yaitu penyerapan residu pestisida dengan memanfaatkan biokatalis berupa protein enzim, dan sel utuh mikroba hidup yang bermetabolisme secara aktif, atau berupa sel yang telah mati.
3.       Penggunaan pupuk urea berlapis arang aktif (+ zeolit) yang dikombinasikan dalam alat Fio (Filter Inlet dan Outlet) yang ditempatkan pada petakan sawah.

















DAFTAR PUSTAKA


Akhriwal Yulandra. 2010. Kunjungan Lapangan Di Merapi Golf Cangkringan Sleman. Online (http://www.lingkunganbumi.blogspot.com). Diakses tanggal 8 Januari 2011.

Asep Nugraha. 2008. Teknologi Arang Aktif untuk Pengendali Residu Pestisida di Lingkungan Pertanian. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Online (http://www.asena.blogdrive.com). Diakses tanggal 8 Januari 2011.

Diana Sofia. 2010. Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan Pertanian. Makalah Lingkungan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara.

Nina Hermayani. 2009. Biokatalis Amobil Untuk Mengatasi Limbah Pestisida.Online (http://www.limnologi.lipi.go.id). Diakses tanggal 8 Januari 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar