MAKALAH
BIODEVERSITAS
DALAM AGROEKOSISTEM
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman
hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang
mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut
skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan,
hewan,
dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini
merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk
kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati
seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis.
Keanekaragaman hayati adalah
keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, spesies
dan ekosistem di suatu daerah. Ada dua faktor penyebab keanekaragaman hayati,
yaitu faktor genetik dan faktor luar. Faktor genetik bersifat relatif konstan
atau stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Sebaliknya, faktor luar
relatif stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Lingkungan atau faktor
eksternal seperti makanan, suhu, cahaya matahari, kelembaban, curah hujan dan
faktor lainnya bersama-sama faktor menurun yang diwariskan dari kedua induknya
sangat berpengaruh terhadap fenotip suatu individu. Dengan demikian fenotip
suatu individu merupakan hasil interaksi antara genotip dengan lingkungannya
Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari
organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk
bersel satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan
individu sampai tingkat interaksi komple
ks, misalnya dari spesies sampai ekosistem.
ks, misalnya dari spesies sampai ekosistem.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep keanekaragaman
hayati?
2. Bagaimana tingkat – tingkat
keanekaragaman hayati?
3. Bagaimana ruang lingkup
biodeversitas dalam Agroekologi?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi.
2.
Untuk mengetahui tingkat-tingkat keanekaragaman hayati.
3.
Mengetahui ruang lingkup biodeversitas dalam agroekologi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keanekaragaman (Biodeversitas)
Keanekaragaman adalah semua kumpulan
benda yang bermacam-macam, baik ukuran, warna, bentuk, tekstur dan sebagainya.
Hayati yaitu menunjukkan sesuatu yang hidup. Jadi keanekaragaman hayati
menggambarkan bermacam-macam makhluk hidup (organisme) penghuni biosfer. Keanekaragaman
hayati disebut juga “Biodiversitas”. Keanekaragaman atau keberagaman dari
makhluk hidup dapat terjadi karena akibat adanya perbedaan warna, ukuran,
bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat lainnya.
Keanekaragaman hayati adalah
keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, spesies
dan ekosistem di suatu daerah. Ada dua faktor penyebab keanekaragaman hayati,
yaitu faktor genetik dan faktor luar. Faktor genetik bersifat relatif konstan
atau stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Sebaliknya, faktor luar
relatif stabil pengaruhnya terhadap morfologi organisme. Lingkungan atau faktor
eksternal seperti makanan, suhu, cahaya matahari, kelembaban, curah hujan dan
faktor lainnya bersama-sama faktor menurun yang diwariskan dari kedua induknya
sangat berpengaruh terhadap fenotip suatu individu. Dengan demikian fenotip
suatu individu merupakan hasil interaksi antara genotip dengan lingkungannya
Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari
organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk
bersel satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan
individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai
ekosistem.
2.2 Tingkat Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati dapat
dibagi menjadi tiga macam yaitu keanekaragaman gen dan keanekaragaman jenis
atau spesies serta keanekaragaman ekosistem.
A. Keanekaragaman Gen
Adalah perbedaan atau variasi gen yang terdapat dalam suatu
spesies makhluk hidup. Contoh, buah durian yang memiliki kulit tebal, kulit
tipis, dagingnya tebal, berdanging buah tipis, biji besar atau biji kecil.
Demikian pula dengan buah pisang yang mempunyai ukuran, warna, bentuk dan
tekstur serta rasa daging buah yang tidak sama dengan yang pisang lainnya.
Pisang mempunya beberapa variasi yaitu pisang raja uli, pisang raja molo,
pisang raja jambe, pisang raja sereh.
keanekaragaman sifat genetik pada suatu makhluk hidup
dikendalikan oleh gen-gen yang ada didalam kromosom yang dimilikinya. Kromosom
tersebut didapatkan dari kedua induknya melalui pewarisan sifat. Namun, gen
juga dapat dipengaruhi dengan kondisi lingkungan tempat hidupnya. Contohnya
bibit yang diambil dari batang induk mangga yang memiliki sifat genetik berbuah
dengan besar,dan bila ditanam pada area yang berbeda maka ada kemungkinan tidak
menghasilkan buah mangga berukuran besar seperti sifat genetik induknya.
Keanekaragaman gen juga dapat ditingkatkan melalui
hibridisasi atau perkawinan silang antara spesies satu dengan spesies yang
berbeda sifat atau melalui proses domestikasi (budidaya tumbuhan liar atau
hewan). Contohnya adalah proses hibrid dari tanaman anggrek akan mendapatkan
warna yang beragam, hibridisasi sapi fries Holland dengan sapi bali, dan
hibridisasi berbagai jenis tanaman atau hewan tertentu dengan spesies liar
untuk mendapatkan jenis yang tahan terhadap penyakit. Dengan cara hibridisasi
ini maka kita dapat memperoleh sifat genetik yang baru dari suatu
organisme-organisme pada suatu spesies.
B. Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah adanya perbedaan yang bisa
ditemukan pada kelompok atau komunitas pada berbagai spesies yang hidup di
suatu habitat makhluk. Contoh, di halaman kita terdapat pohon mangga, jeruk,
rambutan, kelapa, bunga melati, bunga mawar, jahe, kunyit, burung, lebah,
semut, kupu-kupu, dan cacing. Keanekaragaman jenis yang lebih tinggi umumnya
dapat ditemukan di suatu tempat yang jauh dari kehidupan manusia, semisal di
hutan. Di hutan terdapat jenis hewan dan tumbuhan yang lebih banyak
dibandingkan dengan di kebun atau di sawah.
Adapun beberapa jenis organisme yang memiliki ciri-ciri
fisik yang hampir sama seperti tumbuhan kelompok palem yaitu pinang, aren,
sawit dan kelapa yang memiliki daun seperti pita. Namun, tumbuh-tumbuhan
tersebut merupakan spesies yang berbeda, kelapa memiliki nama spesies Cocos
Nucifera, pinang bernama Areca catechu.
C. Keanekaragaman Ekosistem
Ekosistem bisa terbentuk disebabkan adanya berbagai kelompok
spesies yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, setelah itu saling
mempengaruhi antar spesies dengan spesies dan spesies dengan lingkungan abiotik
tempat hidup, semisal suhu, air, udara, tanah, cahaya matahari, kelembapan dan
mineral. Ekosistem berbeda dengan lainnya sesuai dengan spesies pembentuknya.
Terdapat beberapa ekosistem yaitu ekosistem hutan, ekosistem rawa, ekosistem
terumbu karang, ekosistem laut dalam, ekosistem padang lamu, ekosistem
mangrove, ekosistem dana, eosistem pantai pasir dll. Kemudian adapun ekosistem
buatan manusia yaitu agro ekosistem seperti sawah, kebun, dan ladang. Hanya
saja agroekosistem memiliki tingkat keanekaragaman spesies yang lebih rendah
dibandingkan dengan ekosistem alamiah, tetapi mempunyai tingkat keanekaragaman
genetik yang lebih tinggi.
Komponen-komponen
pembentuk ekosistem
1) Abiotik
Abiotik atau komponen tak hidup
adalah komponen fisik dan kimia yang merupakan medium atau substrat tempat
berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan
tempat
hidup. Sebagian besar komponen abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya.
Komponen abiotik dapat berupa bahan organik, senyawa anorganik, dan faktor yang
memengaruhi distribusi organisme, yaitu:
1. Suhu. Proses biologi dipengaruhi suhu. Mamalia dan unggas membutuhkan energi untuk meregulasi temperatur dalam tubuhnya.
2. Air. Ketersediaan air memengaruhi distribusi organisme. Organisme di gurun
beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
3. Garam. Konsentrasi garam memengaruhi kesetimbangan air dalam organisme
melalui osmosis. Beberapa organisme terestrial beradaptasi dengan lingkungan dengan kandungan
garam tinggi.
4. Cahaya matahari. Intensitas dan kualitas cahaya
memengaruhi proses fotosintesis. Air dapat menyerap cahaya sehingga
pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang terjangkau
cahaya matahari. Digurun, intensitas cahaya yang besar membuat peningkatan suhu sehingga hewan dan tumbuhan tertekan.
5. Tanah dan batu. Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH, dan
komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan
sumber makanannya di tanah.
6. Iklim. Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim makro meliputi iklimglobal, regional dan lokal. Iklim mikro
meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas tertentu.
2) Biotik
Biotik
adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menyebut sesuatu yang hidup
(organisme). Komponen biotik adalah suatu komponen yang menyusun suatu
ekosistem selain komponen abiotik (tidak bernyawa).
2.3 Keanekaragaman hayati pertanian
Keanekaragaman hayati pertanian adalah subbidang keanekaragaman hayati yang mencakup semua bentuk kehidupan
yang secara langsung terkait dengan aktivitas pertanian; berbagai varietas
benih dan ras hewan, juga fauna tanah, gulma, hama, dan organisme asli daerah
yang tumbuh di atas lahan pertanian. Namun bidang ini menaruh lebih banyak
perhatian terhadap varietas tanaman yang dibudidayakan dan varietas tanaman
asli yang ada di alam liar. Kultivar dapat diklasifikasikan menjadi varietas modern dan varietas
petaniatau varietas
tradisional Varietas modern
merupakan hasil dari pembiakan selektif formal dan dicirikan dengan hasil yang
tinggi. Contohnya adalah varietas gandum dan beras yang sempat memicu Revolusi
Hijau. Varietas petani atau varietas tradisional merupakan seleksi
yang dilakukan oleh petani tradisional berdasarkan pengalaman mereka di lahan.
Setiap kawasan pertanian tradisional dapat memiliki varietas tradisional yang
berbeda-beda. Semua varietas ini bersama-sama membentuk keanekaragaman hayati
yang menjadi fokus utama aktivitas konservasi genetika.
Yang dikembangkan dan dilindungi bersama-sama
oleh petani, peternak, penjaga hutan, nelayan, dan masyarakat pribumi.
Keanekaragaman hayati pertanian dapat berkontribusi dalam menghadapi tantangan ketahanan
pangan, terutama di masa terjadinya perubahan iklim yang dapat
memicu stres bagi kultivar yang banyak dipakai saat ini. Karena kekayaan
genetika pertanian dapat menjadikan usaha pertanian lebih resilien terhadap
perubahan
2.4 Ruang Lingkup Keanekaragaman hayati Agroekosistem
Keanekaragaman hayati pertanian merupakan hasil dari seleksi yang
hati-hati yang dilakukan oleh petani, peternak, dan nelayan selama ribuan
tahun. Keanekaragaman hayati pertanian merupakan subbagian yang vital dari
keanekaragaman hayati yang memberi makan dan kehidupan manusia sehingga menjaga
dan mengelola keanekaragaman sumber daya hayati yang digunakan dalam aktivitas
pertanian sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia. Keanekaragaman
hayati pertanian dapat mencakup:
·
Tumbuhan domestikasi dan tumbuhan liar yang
berhubungan dengan tanaman pertanian, termasuk tumbuhan menahun berkayu (sumber
daya genetika hutan) dan tumbuhan air (yang dimanfaatkan oleh manusia)
·
Hewan domestikasi dan liar yang dimanfaatkan
untuk menghasilkan produk hewan, ikan dan hewan air, organisme yang hidup di
ladang, hutan, padang rumput, dan ekosistem air.
·
Spesies yang dipelihara secara tidak sengaja,
yang tidak dipanen dan hidup dalam ekosistem pertanian yang mendukung
pertumbuhan tanaman dan hewan yang dipelihara, seperti mikroorganisme tanah,
polinator, dan sebagainya
·
Spesies yang dipelihara secara tidak sengaja,
yang tidak dipanen dan hidup dalam cakupan yang lebih luas yang terkait dengan
rantai produksi pangan.
Keanekaragaman spesies serangga yang tidak menjadi polinator namun hidup
dalam ruang lingkup ekosistem pertanian dapat menjadi indikator kesehatan
ekosistem.
FAO juga memasukan cakupan keanekaragaman hayati pertanian sebagai
"varietas dan variabilitas tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme yang
mendukung fungsi, struktur, dan proses ekosistem pertanian demi mendukung produksi
dan ketahanan pangan". Termasuk juga genetika, populasi, spesies,
komunitas, ekosistem, dan komponen lanskap serta interaksinya dengan manusia.
Keanekaragaman
perairan juga penting bagi keanekaragaman hayati pertanian. Konservasi dan
keberlanjutan penggunaan ekosistem perairan lokal seperti kolam, sungai, dan
pantai oleh nelayan dan petani tradisional juga mampu mendukung produksi pangan
di tingkat lokal dan membantu mempertahankan varietas tradisional. Praktek
pertanian petani dan nelayan tradisional memiliki kekayaan genetika yang tidak
dimiliki industri pertanian sehingga penting untuk menjaga dan melestarikannya.
2.4 Erosi Genetik pada Keanekaragaman Hayati Agroekosistem
Erosi
genetik pada keanekaragaman hayati pertanian adalah hilangnya keanekaragaman
genetika, termasuk gen individu dan hilangnya kombinasi gen tertentu seperti
ras atau kultivar tradisional yang sudah beradaptasi dengan kondisi lokal.
Istilah erosi genetik dapat digunakan pada ruang lingkup yang sempit seperti
hilangnya alel atau gen tertentu, dan dalam ruang lingkup yang lebih luas
seperti hilangnya subspesies dan spesies. Penggerak utama terjadinya erosi
genetik adalah: penetapan varietas, penebangan habis,eksploitasi berlebih,
tekanan populasi, degradasi lingkungan, penggembalaan berlebih,
dan perubahan kebijakan pertanian
Faktor
utama adalah penetapan varietas yang mengganti varietas lokal yang sudah
beradaptasi dengan varietas baru (varietas komersial atau varietas industri)
yang lebih menghasilkan. Seperti penggantian tanaman varietas lokal dengan tanaman transgenik dan pertanian monokultur. Beberapa
peneliti percaya bahwa masalah utama yang terkait dengan pengelolaan ekosistem pertanian adalah kecenderungan menuju
keseragaman genetika dan ekologi akibat perkembangan dunia pertanian modern.
Tekanan dari keseragaman ekologi tersebut terhadap petani dan peternak
diakibatkan oleh tingginya permintaan dari industri pangan yang menginginkan
konsistensi bahan dari produk mereka.
2.5 Manfaat Biodiversitas dalam Agroekosistem
Adapun
manfaat dari Biodeversitas dalam Agroekosistem adalah sebagai berikut :
§
Keragaman
mikrohabitat
§
Keberlanjutan
Produktivitas tanaman, mis. Rizhobium, mikoriza
§
Mengurangi
gulma
§
Mempertahankan
predator/herbivore
§
Meningkatkan
efisiensi serapan hara
§
Mengurangi
resiko gagal panen
§
Mengrangi
resiko kepunahan flora+fauna
§
Mempertahankan
biodiversitas dalam tanah dan layanan lingkungannya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Alam
Indonesia sangat kaya akan keberagaman flora dan fauna, keberagaman tersebut
dikenal dengan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati adalah
keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukakan keseluruhan variasi gen,
spesies, dan ekosisitem di suatu daerah. Penyebebab keanekaragaman hayati ada 2
faktor, yaitu faktor genetik dan faktor luar.
Keanekragaman
hayati mencakup tiga tingkatan pengertian yang berbeda, yaitu keanekaragaman
gen, jenis, dan ekosistem. Hubungan saling mempengaruhi yang terjadi antar
makhluk hidup dengan lingkungan untuk membentuk suatu sistem yang
disebut ekosistem. Ekosistem terbentuk dari komponen hidup (biotik), dan
komponen tidak hidup (abiotik). Kedua komponen ini sangat mempengaruhi
distribusi persebaran organisme pada tempat yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Altieri and Nichols (2004). Biodiversity and Pest Management in
Agroecosystems. Food ProductPress. 236 p
FAO, (1996). Global Plan of Action
for the Conservation and Sustainable Utilization of Plant Genetic Resources for
Food and Agriculture. Food and Agriculture Organization of the United
Nations, http://www.fao.org/ag/AGP/AGPS/GpaEN/gpatoc.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Keanekaragaman_hayati
Jackson, L., Bawa, K., Pascual, U.,
and Perrings, C. (2005).agroBIODIVERSITY: A new science agenda for biodiversity
in support of sustainable agroecosystems. DIVERSITAS Report N°4. 40 pp.
Miguel A. Altieri (1999). The ecological role of biodiversity in
agroecosystems. Agriculture,Ecosystems and
Environment 74 (1999) 19–31.Biodiversity and Pest Management in
Rizali, Akhmad; Buchori, Damayanti;
Triwidodo, Hermanu (2002). "Keanekaragaman
Serangga pada Lahan Persawahan -Tepian Hutan: Indikator untuk Kesehatan
Lingkungan". Hayati
Journal of Biosciences.
Trijoko, 2006.
Biologi. Jakarta:Erlangga.
Thaks
BalasHapus